Berita

Gelar Demo, BEM Sumenep Soroti Ketimpangan Data Kemiskinan Dinsos dan BPS

52
×

Gelar Demo, BEM Sumenep Soroti Ketimpangan Data Kemiskinan Dinsos dan BPS

Sebarkan artikel ini
Kemiskinan
Bemsu sumenep Demo DPRD Sumenep. Foto: Rifki/locusjatim.com

Sumenep, locusjatim.com Aksi demonstrasi Aliansi BEM Sumenep (BEMSU) di depan kantor DPRD Kabupaten Sumenep pada Kamis (17/04/2025) mengangkat persoalan mendalam tentang carut-marut data kemiskinan yang dikelola oleh pemerintah daerah.

Puluhan mahasiswa tersebut, dengan lantang mempertanyakan integritas pendataan yang menjadi dasar penyaluran bantuan sosial.

Data yang diperoleh BEMSU menunjukkan selisih yang sangat signifikan antara catatan Dinas Sosial (Dinsos) dan Badan Pusat Statistik (BPS). Dinsos mencatat jumlah warga miskin mencapai 647.000 jiwa atau sekitar 277.000 kepala keluarga. Sementara itu, BPS hanya mencatat 196.420 jiwa. Perbedaan lebih dari 450.000 jiwa ini dianggap terlalu besar untuk diabaikan.

BEMSU menilai perbedaan data ini bisa mengindikasikan sejumlah kemungkinan, mulai dari diskomunikasi antarlembaga hingga dugaan manipulasi data demi kepentingan politik atau ekonomi.

Mahasiswa juga menyoroti bahwa data yang tidak valid bisa dimanfaatkan sebagai alat untuk memperluas jaringan kuasa melalui distribusi bantuan yang tidak merata.

“Ini bukan soal angka semata, tapi soal keadilan sosial,” ujar Koorlap Aksi Moh Nurul Hidayat.

Ia menyatakan bahwa manipulasi data bisa menyebabkan masyarakat miskin yang sebenarnya membutuhkan justru tidak tersentuh oleh bantuan negara.

BEMSU juga menekankan bahwa kesejahteraan masyarakat sangat bergantung pada keakuratan data. Tanpa data yang benar, ia menilai kebijakan sosial pemerintah akan berjalan di atas asumsi yang keliru dan berpotensi gagal menyasar kelompok paling rentan.

Tak hanya itu, pihaknya juga menyoroti perbedaan metodologi pendataan. Aliansi BEMSU menyebut Dinsos dinilai lebih berbasis pada pengajuan langsung dari lapangan, sementara BPS menggunakan survei statistik.

Seharusnya, kata dia perbedaan metode tidak menghasilkan ketimpangan data yang cukup signifikan.

“Jangan sampai data yang kita terima digunakan untuk kepentingan politik atau kelompok tertentu,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *