LOCUSJATIM.COM, SUMENEP– Seorang ASN Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep Ahmad Zulkarnain nekat memposting foto Pasangan Calon (Paslon) untuk Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Sumenep 2024 di status WhatsApp pribadinya, dengan dalih sosialisasi.
Postingan yang dibagikan oleh Kepala Bakesbangpol itu, dinilai langgar aturan netralitas di Pilkada 2024 yang harusnya dilakukan oleh setiap ASN.
Pada slide sebelumnya, pria yang akrab disapa Izul itu juga memposting foto surat rekomendasi PDIP yang diberikan kepada Achmad Fauzi Wongsjudo dan KH. Imam Hasyim.
Kendati demikian, Izul mengaku hal yang ia lakukan merupakan bagian dari kewajibannya sebagai Bakesbangpol untuk memberi edukasi dan sosialisasi seputar politik kepada masyarakat, termasuk tentang Pilkada 2024.
“Kami memiliki tugas untuk melakukan edukasi dan ini adalah salah satu bentuk sosialisasi. Saya ingin menginformasikan lebih awal kepada masyarakat,” ujarnya, Selasa (30/07/2024).
Dirinya menambahkan, selain rekomendasi dari PDIP, ia juga memposting informasi dari Partai Politik (Parpol) lainnya.
Saat dikonfirmasi terkait Achmad Fauzi menerima rekomendasi dari PAN dan PBB untuk maju di Pilkada 2024, yang tidak dipostingnya di status WhatsAppnya, Izul hanya mengaku lupa.
“Berati saya lupa, nanti kalau ada saya akan posting,” ungkapnya.
Sementara itu, Ketua Bawaslu Sumenep Subaidi menerangkan dari sisi prinsip, postingan terkait surat rekomendasi dan foto tersebut tidak boleh dilakukan oleh ASN.
Lalu, jika disebut sosialisasi, maka perlu diperhatikan konteksnya. Jika memang hanya menginformasikan aturan dan tahapan Pilkada, maka postingan tersebut tidak dipermasalahkan.
“Prinsipnya tidak boleh. Tapi kami belum dapat laporan/info berkaitan dengan hal tersebut. Lihat konteksnya dulu, sosialisasi apa maksudnya.
Kalau hanya menginfokan tahapan dan aturan-aturan tidak masalah,” paparnya.
Ia menegaskan, jika postingan tersebut terbukti melanggar aturan netralitas Pilkada, maka ASN yang bersangkutan harus siap menerima konsekuensinya. Mulai dari sanksi etik sebelum penetapan calon, hingga pidana jika telah ditetapkan calon yang sah.
“Ada dua, jika terbukti. Pidana, kalau sudah penetapan calon. Etik sebelum penetapan calon,” tutupnya.