BANYUWANGI, locusjatim.com- Fenomena pemanasan Suhu Muka Laut (SML) di atas kondisi normalnya atau juga dikenal dengan El Nino, dikhawatirkan akan menyebabkan musim kemarau yang lebih kering dibanding biasanya, termasuk di Kabupaten Banyuwangi.
Kekeringan tersebut, dikhawatirkan akan berdampak juga pada menurunnya hasil pertanian, akibat minimnya pasokan air bersih di kabupaten setempat. Pasalnya, curah hujan juga diperkirakan akan berkurang.
Atas hal tersebut, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyuwangi melakukan sejumlah upaya untuk meminimalisir dampak dari fenomena El Nino yang dikhawatirkan oleh masyarakat.
Koordinasi intens menghadapi dampak El Nino di sektor pertanian dan penyediaan air bersih pun dilakukan oleh lintas instansi.
Terbaru, Kamis (24/08/2024), Satuan Pengamanan Obyek Vital (Satpamobvit) Polresta Banyuwangi bersama Dinas PU Pengairan setempat terlihat serius membahas persoalan tersebut. Hal itu menyusul, bahwa telah ada satu wilayah yang telah terdampak kekeringan.
“Memang ada titik-titik tertentu, seperti di wilayah Wongsorejo mulai terdampak kekeringan air bersih. Sementara air irigasi untuk pertaniannya masih aman,” ungkapnya Kasatpamobvit Polresta Banyuwangi, Kompol Subandi.
Hasil koordinasi dengan Dinas PU Pengairan, kata Subandi, secara keseluruhan ketersediaan air untuk pertanian di Banyuwangi hingga September dalam keadaan cukup.
Dinas PU Pengairan bersama Satpamobvit juga telah melakukan pengecekan debit air di beberapa dam yang ada di Banyuwangi. Diantaranya dam yang ada di wilayah Sobo dan Pakis juga masih aman.
Selanjutnya, Subandi menyebut, Polresta Banyuwangi telah membangun sumur bor di wilayah Pal 6, Desa Alasbuluh, Kecamatan Wongsorejo untuk mencukupi kebutuhan air bersih warga di lingkungan setempat.
“Rencananya, sumur bor yang dibangun Polresta Banyuwangi itu dijadwalkan akan diresmikan langsung oleh Ibu Kapolri pada 14 September mendatang,” ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Dinas PU Pengairan Banyuwangi Guntur Priambodo melalui Sekretaris Dinas Riza Al Fahrobi mengatakan, pihaknya telah menyiapkan sejumlah langkah antisipasi untuk menjaga dan menjamin ketersediaan pasokan air.
Salah satunya antisipasi, dengan menyiagakan petugas penjaga pintu air selama 24 jam. Pihaknya juga melakukan penataan pasokan air dan fungsi bendungan sebagai sumber irigasi serta mitigasi kebutuhan air terutama untuk irigasi pertanian.
“Petugas di lapangan telah memberlakukan pengaturan jadwal pemberian air agar petani bisa menanam dan menyemai secara bergantian. Penataan pasokan air sungai dan fungsi bendungan sebagai sumber air irigasi bagi petani,” terangnya.
Ada pula upaya suplesi interbasin ketika suplai air irigasi pada daerah irigasi tertentu membutuhkan pasokan air dapat dipenuhi dari daerah irigasi lainnya melalui suplesi interbasin tersebut.
“Rekayasa irigasi tersebut tentunya perlu dukungan masyarakat untuk mematuhi pola tanam selaras dengan rencana tata tanam global (RTTG). Sehingga kebutuhan irigasi sesuai rekayasa yang dilakukan,” ucapnya.
Mengenai ketersediaan air bersih, lanjut Riza, sebanyak 71 titik pembangunan infrastruktur perpipaan dibangun tahun ini. Titik-titik tersebut tersebar wilayah rawan air.
Diantaranya Desa Sidowangi (Kecamatan Wongsorejo), Desa Gumuk (Kecamatan Licin), Desa Kebonrejo (Kecamatan Kalibaru), dan Desa Bumiharjo (Kecamatan Glenmore).
“Pembangunan ini sesuai pengajuan dari masyarakat, menyesuaikan kebutuhan mereka. Selain pipanisasi, di sejumlah wilayah juga dibangun tandon, ada juga sumur bor baru untuk mendukung akses air bersihnya,” bebernya.
Program pengembangan infrastruktur air bersih di Banyuwangi tak sekadar pembangunan jaringan perpipaan baru, melainkan juga pemeliharaan terhadap jaringan perpipaan yang sudah rusak atau aus.