Berita

Tak Nikmati Kebudayaan dengan Olah Rasa, Pertunjukan Kesenian Bisa Berujung Bentrokan

163
×

Tak Nikmati Kebudayaan dengan Olah Rasa, Pertunjukan Kesenian Bisa Berujung Bentrokan

Sebarkan artikel ini
IMG 20231104 WA0051
Budayawan asal Sumenep, Ibnu Hajar (Foto: Istimewa)

SUMENEP, locusjatim.com – Seorang Budayawan asal Sumenep, Ibnu Hajar menyebut kebudayaan bisa dinikmati dengan olah rasa termasuk saat menikmati pertunjukan kesenian khas Sumenep seperti Musik Tong-tong.

Ia mengatakan jika penikmat kesenian tak bisa menikmati hal itu dengan olah rasa maka bentrokan seperti yang terjadi saat Festival Dewi Cemara tadi malam, Jum’at (3/11/2023) di Taman Bunga (TB) Sumenep, Jawa Timur tak bisa diindahkan.

“Saya tidak tahu mereka itu menikmati dengan apa sehingga terjadi ajang yang seperti itu,” ujarnya, Sabtu (4/11/2023).

Budayawan itu juga menjelaskan ketika seni tidak dinikmati dengan hati maka penikmatnya tidak akan menemukan keindahan maupun kenyamanan.

Padahal kata dia, adanya grup musik Tong-tong yang kemudian berevolusi menjadi Ul Daul merupakan salah satu sarana untuk mempersatukan masyarakat dalam hentakan-hentakan dari bunyi-bunyian yang memiliki harmonisasi indah.

“Kalau tidak harmoni kan kacau. Tapi, karena harmoni kedengarannya enak di telinga jadi filosofinya adalah bagaimana kita menciptakan harmonisasi dalam hidup keseragaman dalam hidup,” jelasnya.

Oleh sebab itu ia sangat menyayangkan ketika bentrokan bisa terjadi dalam festival kebudayaan.

Menurutnya hal itu juga bertentangan dengan budaya andep asor (Sopan Santun), gotong royong, persaudaran hingga sikap lemah lembut yang dimiliki masyarakat Sumenep.

“Jujur saya sangat kaget ya, sangat kecewa juga ketika terjadi yang seperti ini. Budaya kita masyarakat Madura sebenarnya juga tidak seperti itu. Budaya masyarakat Sumenep lah Lebih lebih tak seperti itu,” ungkapnya.

Dirinya berharap tragedi itu tidak pernah terulang lagi dan masyarakat bisa lebih menghayati produk kebudayan dengan olah rasa sehingga bisa menikmati keindahannya.

“Harapan saya, ini semoga menjadi peristiwa pertama dan terakhir lebih-lebih dalam persoalan kesenian persoalan kebudayaan,” lanjutnya.

Selain itu, Ibnu Hajar juga menyebut bentrokan antar supporter grup musik tong-tong pada Festival Dewi Cemara ini merupakan sebuah tragedi yang bisa mendistorsi kebudayaan.

Lebih jauh ia menyebut tragedi itu menjadi pukulan telak bagi semua pihak mulai dari pelaku kesenian, penikmatnya, masyarakat umum hingga Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep.

Padahal lanjutnya, kesenian Musik Tong-tong akan diajukan sebagai warisan tak benda milik Sumenep.

“Tong-tong sudah mau kita ajukan menjadi kekayaan tak benda yang khas Sumenep kekayaan intelektual itu. Tapi, kalau terjadi seperti ini kan penikmatnya kan mendistorsi sendiri kalau seperti itu,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *