Pamekasan, locusjatim.com – Kepala SMAN 1 Pamekasan, Ali Umar Arhab, membenarkan insiden penamparan terhadap siswa yang dilakukan oleh seorang guru saat proses belajar mengajar berlangsung. Peristiwa tersebut sempat terekam dalam video berdurasi lima detik dan viral di media sosial, menuai sorotan publik dan aktivis perlindungan anak.
Menurut Ali Umar, kasus itu telah ditangani secara internal dan telah melalui proses mediasi dengan berbagai pihak terkait.
“Sudah kemarin diselesaikan dan orang tuanya tidak mempermasalahkan, dan anaknya juga sudah menerimanya,” ujar Ali saat dikonfirmasi, Selasa (29/7/2025).
Meski mengakui bahwa insiden tersebut melibatkan guru saat pelajaran Bahasa Indonesia, Ali enggan mengungkap identitas guru bersangkutan yang diketahui berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN). Ia hanya menyebut bahwa tindakan tersebut kemungkinan dilakukan dalam kondisi khilaf.
”Mungkin guru itu khilaf pada waktu itu, dan sanksi itu sudah tertulis dan juga ditandatangani oleh Pak Kepala Cabang Dinas Pendidikan Wilayah Kabupaten Pamekasan. Belum tahu apa sanksinya,” jelasnya.
Sementara itu, hingga berita ini diturunkan, Kepala Cabang Dinas Pendidikan Wilayah Pamekasan, Slamet, belum dapat dikonfirmasi untuk memberikan penjelasan lebih lanjut terkait sanksi yang diberikan kepada oknum guru tersebut.
Sebelumnya, Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Pamekasan, Jamil, juga menyayangkan insiden kekerasan fisik yang dilakukan oleh tenaga pendidik. Ia menilai peristiwa tersebut sebagai peringatan bagi seluruh guru agar tidak menggunakan kekerasan dalam mendidik siswa.
“Di satu sisi, kita punya tanggung jawab besar membentuk karakter siswa, tetapi guru harus menghindari tindakan fisik agar tidak berhadapan dengan persoalan hukum,” tegas Jamil.
Pernyataan lebih tegas disampaikan oleh Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan KB (DP3AKB) Pamekasan, Munapik, yang menolak segala bentuk kekerasan terhadap anak di lingkungan pendidikan.
“Kalau anak melakukan kesalahan, masih banyak bentuk hukuman yang mendidik tanpa kekerasan. Apapun alasannya, pemukulan tidak bisa ditoleransi,” ujarnya.
Munapik mencatat ada 12 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Pamekasan sejak Januari hingga Juli 2025, delapan di antaranya menimpa anak.
“Kita ingin memutus rantai kekerasan. Semua pihak, termasuk guru dan orang tua, harus bersama-sama menciptakan lingkungan yang aman dan mendidik bagi anak-anak kita,” pungkasnya.(*)












