Opini / Sastra

Pesantrenisasi di Sekolah Non-Pesantren

415
×

Pesantrenisasi di Sekolah Non-Pesantren

Sebarkan artikel ini
IMG 20240823 WA0022

Pesantrenisasi di Sekolah Non-Pesantren

Oleh. Ibnu Hajar

Pesantren sebagai satu-satunya lembaga pendidikan Indonesia yang indigenus, kiprah dan perannya telah sangat terasa dalam mengembangkan pendidikan Indonesia.

Pendidikan yang muncul sejak zaman para Wali Songo ini, tidak hanya menjadi broker kebudayaan dalam konteks kehidupan bangsa Indonesia, tetapi juga mampu memerankan posisi yang strategis saat bangsa Indonesia berada di tengah ancaman penjajahan. Pesantren tampil sebagai martir bagi perjuangan bangsa Indonesia merebut kemerdekaan.

Kini, konsep pendidikan dan pengembangan keilmuan yang dikembangkan di dalam tubuh pesantren secara turun temurun, masih dianggap sebagai model pendidikan yang sangat bagus, karena selain mengajarkan tentang ilmu pengetahuan (skill) pesantren juga melakukan proses pendidikan jati diri yang baik dalam rangka mematangkan kedewasaan anak didik.

Ciri Khas Pendidikan Pesantren

Proses pendidikan yang dikembangkan di pesantren tetap tidak lepas dari ajaran ideal Kitab Ta’lim al-Muta’alim, yaitu kitab klasik yang memberikan konsep dan ajaran pendidikan pesantren yang ideal. Kitab ini rata-rata menjadi rujukan dan diajarkan di dalam pesantren di mana pun.

Ciri-ciri pengajaran dan pendidikan di Pesantren misalnya.

Pertama, pendidikannya bersifat sehari semalam (24 jam). Jadi, Pendidikan pesantren, dilakukan dengan cara full time, sehingga hampir tidak ada waktu yang terbuang, karena setiap santri dikondisikan untuk belajar dan terus belajar, baik belajar pada sekolah formal maupun non formal (diniyah) yang disiapkan oleh pesantren.

Kedua, pesantren memberikan pendidikan batin dan pendewasaan yang total, karena santri diharuskan menetap di pesantren, sehingga harus jauh dari orang tua. Sabar dan kemandirian dalam proses belajar sudah diberikan di pesantren. Pendewasaan dan pembumian kesabaran bagi santri telah diberikan sejak pertama kali santri menetap di pesantren. Jadi, selain belajar, santri juga ditempa dengan kemandirian dan keteguhan dalam mengikuti proses pendidikan yang diterapkan di pesantren.

Pesantrenisasi Sekolah Luar Pesantren

Tradisi pengajaran yang dikembangkan di pesantren bertahun-tahun lamanya, diakui ataupun tidak, telah mulai diadopsi oleh lembaga-lembaga pendidikan yang berada di luar pesantren.

Munculnya pesantren kilat atau atau pesantren ramadan yang dilakukan oleh lembaga pendidikan dan sekolah di luar pesantren merupakan bukti tentang proses pendidikan pesantren yang sangat positif.

Pesantren di sekolah-sekolah non pesantren, memang tidak bisa mengadopsi seluruh bentuk dan proses pendidikan yang ditanamkan sebagaimana di pesantren, karena apa yang dilakukan oleh sekolah di luar pesantren, hanya sebatas waktu yang singkat, tetapi walaupun demikian, tetap memiliki nilai tambah bagi pendidikan yang dilakukan.

Pesantrenisasi sekolah, setidaknya mencoba menghadirkan suasana pembelajaran pesantren yang menekankan pada kesabaran, moralitas, ibadah dan kemandirian, sehingga bisa menjadi pertimbangan bagi peserta didik.

Upaya tersebut, merupakan upaya untuk menghadirkan ajaran dan model pesantren terhadap anak didik, agar semangat belajar tetap ada dan bisa dilakukan dengan sabar dan mandiri. Kemandirian adalah titik pijak pembelajaran, dan pesantren telah memiliki semua itu, sehingga layak untuk ditularkan ke lembaga-lembaga pendidikan yang ada di luar pesantren.

penulis adalah Sastrawan/Budayawan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *