Berita

Angka Perceraian Tinggi, Ketua GWC Sumenep Beberkan Beberapa Faktor Penyebabnya

208
×

Angka Perceraian Tinggi, Ketua GWC Sumenep Beberkan Beberapa Faktor Penyebabnya

Sebarkan artikel ini
20240117 183352 0000
Anggota GWC Sumenep (Foto: Istimewa)

LOCUSJATIM.COM, SUMENEP – Dari data Pengadilan Agama (PA) Sumenep, angka perceraian di Bumi Sumekar pada tahun 2022 mencapai 1.729 kasus, dan di 2023 menurun menjadi 1.621 kasus.

Kendati menurun pada 2023, dalam dua tahun terakhir, total angka perceraian terbilang tinggi mencapa 3.350 kasus.

Merespond hal tersebut, Ketua GWC Sumenep Megawati mengatakan ada beberapa faktor yang menjadi penyebab tingginya angka perceraian dan berimbas pada meningkatnya jumlah janda di Sumenep.

Faktor pertama, kata Megawati adanya pihak yang meninggalkan, baik karena orang ketiga maupun beberapa alasan lain.

“Dari polling yang terbanyak itu, di atas adalah meninggalkan meninggalkan salah satu pihak. Kalau ndak istrinya yang meninggalkan suaminya, ya suaminya yang meninggalkan istrinya,” ujarnya, Rabu (17/01/2024).

Menurutnya faktor orang ketiga memang menjadi salah satu alasan perceraian, sebab yang namanya perasaan, lanjutnya tidak bisa ditampik kedatangannya yang bisa datang kapan dan di mana saja.

“Tapi kembali lagi kita harus ingat ketika berkeluarga harus pegang komitmennya dulu saat akad nikah, untuk tetap setia selamanya sampai akhir memisahkan,” tuturnya.

Kemudian, faktor yang kedua adalah terjadi perselisihan maupun pertengkaran dalam rumah tangga.

Megawati memaparkan, sejatinya perselisihan dalam rumah tangga bukanlah sesuatu yang baru, sebab hal itu pasti ada, bahkan bisa dianggap sebagai bumbunya.

Sebab dalam berumah tangga, ada dua insan yang disatukan. Keduanya memiliki pikiran dan sifat yang berbeda, sehingga menyatukannya bukanlah perkara mudah.

“Jadi kalau ada yang marah harus ada yang menahan, meredam biar tidak selalu berujung pada pertengkaran. Harus dirembuk berdua agar dapat solusi yang enak,” paparnya.

Lalu, faktor ketiga adalah ekonomi.

Dirinya berpendapat faktor ekonomi bisa menjadi salah satu pemicu perceraian.

Kendati demikian, dirinya menggaris bawahi terkait kewajiban seorang suami yang harus memenuhi nafkah keluarganya, baik batin maupun kebutuhan sehari-hari memang sepenuhnya tanggung jawab kepala keluarga.

Namun, tidak menutup kemungkinan bagi seorang istri menbantu suaminya untuk memenuhi kewajiban tersebut dengan bekerja atas izin pasangannya.

“Seorang istri juga harus menerima berapapun pendapatan suaminya, harus bisa memanage, bisa mengelola dengan baik tidak boros, jadi lebih memprioritaskan mana yang harus dibeli dulu seandainya keuangannya masih belum stabil,” jelasnya.

Selanjutnya, faktor keempat adanya Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).

Pihaknya menyebur KDRT kerap kali muncul dalam rumah tangga. Bisa dipengaruhi oleh sifat bawaan, maupun situasi dan kondisi pelik yang sedang dihadapi.

“Apapun itu, KDRT merupakan tindakan yang salah. Jadi tidak boleh apalagi seorang istri kan harusnya disayangi dan diayomi bukan malah dianiaya dengan tindakan yang keras seperti itu,” lanjutnya.

Mega menambahkan, ada baiknya ketika pasangan berbuat kesalahan, diberikan nasihat dengan cara yang benar dan menghindari prilaku ringan tangan.

Terakhir, faktor kelima yang mengakibatkan perceraian adalah umur atau pernikahan usia anak.

Untuk itu, tim PKK Sumenep lanjut Mega telah menggerakan program pencegahan pernikahan usia anak di setiap daerah, mulai dari kecamatan, desa hingga dusun.

“Jadi tidak boleh ada lagi pernikahan di bawah tangan karena tidak cukup umur,” tegasnya.

Dirinya menegaskan faktor psikologis juga mempengaruhi seseorang dalam bertindak, dan ketika pernikahan usia anak terjadi, bukan tidak mungkin terjadi pertengkaran karena pola pikir yang masih kekanakan dan belum bijak dalam pengambilan keputusan.

“Namanya anak-anak kalau sudah dewasa kan akan saling mikir akan saling intropeksi diri,” tutupnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *