Sumenep,locusjatim.com – Kabupaten Sumenep berhasil menempati peringkat pertama Survei Penilaian Integritas (SPI) 2024 se-Jawa Timur. Akan tetapi, meski peringkatnya naik drastis dari posisi ke-13 tahun sebelumnya, nilai SPI Sumenep justru menurun, yakni dari 78,74 pada 2023 menjadi 77,58 di 2024.
Plt Inspektur Inspektorat Kabupaten Sumenep, Nurul Jamil menjelaskan, bahwa survei tersebut dilaksanakan oleh KPK dengan metode daring dan luring, melibatkan responden dari internal aparatur, masyarakat pengguna layanan, hingga pakar independen.
“SPI ini bukan sekadar peringkat, melainkan alat untuk memetakan risiko korupsi agar pemerintah daerah bisa melakukan pencegahan sejak dini,” terangnya.
Dia memaparkan, perjalanan indeks integritas Sumenep selama empat tahun terakhir memang fluktuatif. Pada 2021, Sumenep berada di peringkat ke-13 dengan skor 77,00. Tahun 2022 naik ke peringkat 6 dengan nilai 78,55. Namun, pada 2023 kembali turun ke peringkat 13 meski nilainya meningkat menjadi 78,74. Baru pada 2024, Sumenep melesat ke posisi puncak Jawa Timur, tetapi dengan skor yang sedikit menurun ke 77,58.
Meski berada di urutan pertama, hasil SPI 2024 juga mengungkap adanya titik rawan. Tiga sektor strategis masih masuk kategori merah, yakni pengelolaan anggaran dengan skor 72,43, pengadaan barang dan jasa (PBJ) 71,55, serta pengelolaan SDM 71,27.
Di sisi lain, indikator lain menunjukkan hasil positif. Transparansi memperoleh nilai tertinggi 87,81, perdagangan pengaruh (trading influence) mencapai 83,23, dan sosialisasi anti korupsi berada di level 76,92.
Perlu diketahui, SPI sendiri merupakan instrumen pencegahan korupsi yang disusun KPK untuk mengukur risiko korupsi di kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah. Tujuannya, meningkatkan kesadaran akan potensi penyimpangan sekaligus memperkuat sistem antikorupsi di instansi terkait.
Menanggapi catatan tersebut, Bupati Sumenep Achmad Fauzi Wongsojudo menegaskan perlunya pembenahan tata kelola. Menurutnya, penilaian merah di sektor anggaran salah satunya dipengaruhi kualitas perencanaan. “Kalau perencanaannya itu bagus, cepat, tepat waktu, pasti tidak merah. Itu yang perlu kita evaluasi,” ujarnya.
Selanjutnya, pada aspek PBJ, Fauzi menekankan pentingnya percepatan proses lelang agar tidak terkesan lamban di mata masyarakat. Sedangkan di sektor SDM, Fauzi menilai persoalannya terletak pada penempatan dan pembagian tugas yang belum sepenuhnya tepat.
“PBJ ini misalnya bagaimana kecepatan melelang kegiatan-kegiatan tender bisa lebih cepat di awal. Kalau lambat, masyarakat akan melihat kok bulan Maret belum ada apa-apa, habis terus belum ada apa-apa,” pungkasnya.(*)












