Rimbun Kelam dan Lastri
Oleh: Wildan MSy
Lastri terdiam pada langkahnya, menoleh dan menatap dalam pada sosok yang berdiri dengan baju serba hitam, lengkap dengan topi kebanggaan yang berada tepat di depannya.
Hatinya sudah sesak dengan penyesalan dan rasa bersalah yang tak berkesudahan. Memaksanya untuk segera memaki pria tak tau diri, yang telah lancang menjadikannya fantasi seksual.
Meski tubuh Lastri tak terjamah, namun hati nuraninya terluka. Sayatan yang pernah sembuh, kembali menganga lebar dan mengeluarkan rasa yang lebih perih dari sebelumnya.
Manusia memang tempat khilaf bersarang, tapi baginya tak pernah ada alasan yang tepat dan masuk akal, untuk sebuah pelecehan.
Dia kembali melangkah, mendekat pada pria yang sempat dianggapnya sebagai sosok panutan, dalam menghadapi kerasnya tuntutan kefanaan.
“Aku akan tetap mengenalmu, sebagai senior yang mengajarkan aku banyak hal mas. Bukan sebagai bajingan, yang memaksaku tidur bersama,” ucapnya, lirih namun tegas, seolah ingin memberi tahu, bahwa kecewanya benar-benar cukup dalam kali ini.