BeritaHeadline

Tiga Dekade Eksploitasi Migas, Warga Pagerungan Sumenep Sebut Pulaunya Tetap Tertinggal

1166
×

Tiga Dekade Eksploitasi Migas, Warga Pagerungan Sumenep Sebut Pulaunya Tetap Tertinggal

Sebarkan artikel ini
Migas
Lokasi pusat aktivitas pengeboran minyak dan gas bumi. Foto' Istimewa

Sumenep, locusjatim.com Tiga dekade sudah Pulau Pagerungan Besar di Kecamatan Sapeken, Kabupaten Sumenep, menjadi pusat aktivitas pengeboran minyak dan gas bumi (migas). Namun, di balik dentuman mesin rig dan arus migas yang mengalir keluar dari pulau, warga setempat menyebut wilayahnya masih tertinggal dalam banyak aspek dasar kehidupan.

Eksploitasi migas di Pagerungan dimulai sejak akhir 1993 oleh PT Kangean Energy Indonesia (KEI) Ltd, yang kini menjadi operator resmi Blok Kangean. Meski menjadi salah satu ladang migas penting di ujung timur Madura, warga mengaku belum merasakan keseimbangan antara kekayaan sumber daya yang diambil dan manfaat nyata yang mereka terima.

“Sudah 30 tahun kami cuma jadi penonton. Yang kaya Jakarta, yang rusak kami,” kata Rahman Fauzan, Ketua Masyarakat Urban Kangean-Bali, Rabu (25/06/2025).

Fauzan menyoroti minimnya akses dasar seperti air bersih, listrik, infrastruktur pendidikan, serta transportasi laut di wilayah Pagerungan dan sekitarnya. Ia menyebut, kondisi ini berbanding terbalik dengan nilai ekonomi yang dihasilkan dari eksploitasi migas di daerahnya.

Data Direktorat Jenderal Migas Kementerian ESDM mencatat penurunan produksi minyak dari Blok Pagerungan: 68 barel per hari (BOPD) pada 2020, menjadi 64 BOPD di 2021, dan menurun lagi ke 55 BOPD pada 2022. Di tengah tren tersebut, KEI kini mulai mengalihkan fokus ke blok baru: Terang Sirasun Batur (TSB), yang letaknya tak jauh dari Pagerungan.

Namun, rencana ekspansi tersebut justru memicu kekhawatiran warga. Mereka menyebut sejarah ketimpangan di Pagerungan bisa terulang di wilayah baru. Ancaman kerusakan ekosistem, pencemaran laut, dan hilangnya mata pencaharian nelayan kembali membayangi.

“Risiko itu sudah bukan teori. Itu sudah nyata terjadi,” tegas Fauzan.

Ia juga menekankan bahwa Pulau Kangean sebagai lokasi target eksplorasi berikutnya termasuk dalam kategori pulau kecil—dengan luas hanya 648,6 kilometer persegi—yang semestinya dilindungi, bukan dieksploitasi. Ia mengutip UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-XXI/2023 yang memperkuat larangan pertambangan di wilayah tersebut.

“UU sudah jelas. Pulau kecil itu prioritasnya konservasi, pendidikan, perikanan lestari, bukan pertambangan,” katanya.

Fauzan juga mengingatkan pentingnya proses perizinan yang transparan, termasuk penyusunan AMDAL yang sah dan melibatkan masyarakat secara langsung. Ia menolak segala bentuk formalitas prosedur yang mengabaikan dampak sosial dan ekologis.

“Jangan sampai izin hanya jadi formalitas. Masyarakat yang terdampak tak boleh dipinggirkan,” ujarnya.

Ia bahkan mengangkat peringatan global agar pemerintah belajar dari tragedi eksploitasi di negara pulau kecil seperti Republik Nauru yang kini hancur secara ekologis. “Jangan tunggu bencana datang dulu baru menyesal. Kami tidak ingin Kangean jadi Nauru berikutnya,” pungkas Fauzan.

Saat dikonfirmasi, pihak PT KEI belum memberikan tanggapan resmi. Manajer Operasi KEI, Agus Indra Prihadi, mengarahkan awak media untuk menghubungi manajer komunikasi perusahaan, Kampoi Naibaho.

“Mohon maaf om, saya sedang di luar. Nanti kami pelajari dulu dan koordinasikan secara internal,” ujar Kampoi, Rabu (25/06/2025).

Sementara itu, Kepala Bagian Perekonomian dan Sumber Daya Alam Sekretariat Kabupaten Sumenep, Dadang Dedy Iskandar, juga belum memberi keterangan lebih lanjut. “Besok sore, bro,” jawabnya singkat.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *