Berita

ICNARA 2025: UIN KHAS Jember Gaungkan Islam Nusantara sebagai Poros Keilmuan dan Keberlanjutan Global

817
×

ICNARA 2025: UIN KHAS Jember Gaungkan Islam Nusantara sebagai Poros Keilmuan dan Keberlanjutan Global

Sebarkan artikel ini
International Conference on Islam Nusantara (ICNARA) 2025 di Hotel Santika Premiere Gubeng, Surabaya
International Conference on Islam Nusantara (ICNARA) 2025 di Hotel Santika Premiere Gubeng, Surabaya. Foto: Istimewa

Surabaya,locusjatim.com Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq (UIN KHAS) Jember memperkuat posisi akademiknya di kancah internasional dengan sukses menggelar International Conference on Islam Nusantara (ICNARA) 2025 di Hotel Santika Premiere Gubeng, Surabaya, pada 27–29 Oktober 2025.

Forum ilmiah berskala global ini menjadi ajang bertemunya akademisi, peneliti, dan tokoh lintas negara untuk mendiskusikan peran Islam Nusantara dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan solusi keberlanjutan lingkungan, terutama melalui perspektif pesantren.

Rektor UIN KHAS Jember, Prof. Hepni, menyampaikan bahwa kekuatan pesantren terletak pada lima nilai utama—keikhlasan, kesederhanaan, kemandirian, persaudaraan, dan kebebasan—yang menjadi landasan moral pendidikan Islam.

“Pesantren merupakan tradisi hidup yang mampu menautkan iman dengan ilmu, serta menjaga harmoni antara nilai-nilai luhur dan tantangan zaman,” ujarnya.

Wakil Rektor I, Prof. M. Khusna Amal, menambahkan bahwa ICNARA 2025 menjadi ruang intelektual untuk meneguhkan Islam Nusantara sebagai paradigma keilmuan yang relevan dengan tantangan global. Menurutnya, pesantren memiliki modal sosial dan spiritual untuk berkontribusi terhadap pembangunan berkelanjutan.

Konferensi ini menghadirkan sejumlah pembicara dari dalam dan luar negeri. Prof. Frans Wijsen dari Radboud University Belanda menekankan pentingnya konsep eco-pesantren sebagai bentuk kolaborasi antara sains dan agama dalam mengatasi krisis lingkungan. Sementara Prof. Ismail Fajrie Alatas dari New York University memandang pesantren sebagai ekosistem kehidupan yang berjalan selaras dengan alam.

Dari Malaysia, Prof. Dato’ Fariza Md Sham mengulas pengaruh media sosial terhadap spiritualitas generasi muda, sedangkan Dr. Cecep Soleh Kurniawan dari Brunei Darussalam menyoroti peran zakat dan wakaf sebagai pilar penguatan ekonomi umat.

Dalam sesi reflektif, Dr. Muhtadi Abdul Mun’im dari UNIA Prenduan menyerukan pentingnya menginternalisasi nilai ekologis dalam praktik ibadah di pesantren. Sementara Prof. Iim Halimatus Sa’diyah dari PPIM UIN Jakarta menegaskan bahwa religiusitas sejati harus terwujud dalam kepedulian terhadap kelestarian alam.

Konferensi yang berlangsung selama tiga hari ini ditutup dengan seruan bahwa keberlanjutan bukan hanya urusan teknologi, melainkan praktik spiritual yang berakar kuat pada nilai-nilai Islam Nusantara.

“Pesantren tidak hanya mendidik umat untuk beribadah, tetapi juga mengajarkan bagaimana bumi ini dijaga sebagai bentuk cinta kepada Sang Pencipta,” pungkas Prof. Hepni.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *