Sumenep,locusjatim.com – Aliansi Cipayung Plus Sumenep menggelar aksi solidaritas menuntut pertanggungjawaban institusi Polri atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa dalam sejumlah aksi demonstrasi. Mereka menegaskan, jika tuntutan diabaikan, maka akan kembali turun ke jalan dengan massa yang lebih besar dalam aksi jilid II.
Dalam rilis resmi, aliansi menilai tindakan aparat yang terekam dalam sejumlah video di media sosial menunjukkan sikap brutal yang bertentangan dengan tugas pokok Polri sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002. Mereka menegaskan, Polri seharusnya melindungi, mengayomi, serta memberikan pelayanan kepada masyarakat, bukan justru melakukan tindakan represif.
Korban jiwa yang tercatat dalam pernyataan aliansi meliputi Affan Kurniawan, Sarina Wati, Saiful Akbar, Muhammad Akbar Basri, Rheza Sendy Pratama, Sumari, dan Rusmadiansyah. Atas kasus tersebut, Polri diminta bertanggung jawab penuh melalui proses hukum yang transparan agar publik mengetahui bentuk nyata keadilan.
Selain menuntut pengadilan terbuka terhadap oknum yang terlibat, Cipayung Plus juga mendesak adanya jaminan kehidupan layak bagi keluarga korban. Tanggung jawab moral itu, menurut mereka, merupakan kewajiban institusi negara. Bahkan, Kapolri didesak untuk mengambil sikap tegas hingga opsi pengunduran diri demi memulihkan kepercayaan masyarakat.
Dalam poin tuntutannya, massa juga menekan Polres Sumenep agar berkomitmen bersama rakyat dalam merealisasikan reformasi institusi Polri. Menurut mereka, pembenahan struktur kepolisian sangat mendesak untuk mengembalikan fungsi Polri sesuai amanat undang-undang dan nilai-nilai demokrasi.
Cipayung Plus menegaskan bahwa kebebasan berekspresi merupakan hak konstitusional yang dijamin dalam Pasal 28E ayat 3 UUD 1945 dan UU Nomor 9 Tahun 1998. Oleh karena itu, tindakan represif aparat terhadap massa aksi dinilai sebagai bentuk pelemahan demokrasi yang berpotensi mendorong lahirnya pemerintahan otoriter.
Aliansi tersebut, juga mengecam praktik intimidasi terhadap aktivis maupun rakyat sipil yang menyampaikan aspirasi. Mereka menilai, kekuasaan tanpa kontrol rakyat berisiko disalahgunakan, sehingga Polri wajib memastikan setiap demonstrasi berjalan aman tanpa intervensi berlebihan.
Selain itu, mereka mendesak pembebasan seluruh pihak yang ditangkap dalam aksi demonstrasi pada 25, 28, dan 29 Agustus 2025. Penangkapan itu dinilai mencederai kebebasan berpendapat sekaligus merusak proses demokrasi yang seharusnya dilindungi negara.
Koordinator Umum Aksi Khoirus Sholeh, menegaskan bahwa aliansi tidak akan berhenti memperjuangkan keadilan bagi korban dan keluarganya.
“Kami tidak akan berhenti bersuara. Jika tuntutan ini diabaikan, maka kami siap kembali turun ke jalan dengan massa yang lebih besar pada aksi jilid II,” tegasnya.
Karim juga menyebut, Cipayung Plus berkomitmen mengawal isu-isu hak asasi manusia, termasuk hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, serta hak kebebasan berpikir dan berpendapat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM.
Mereka menilai, berbagai insiden represif yang terjadi di lapangan telah mengganggu perlindungan hak dasar masyarakat. Akibatnya, banyak aspirasi publik yang tidak tersampaikan karena terhalang intimidasi aparat.
Aksi solidaritas tersebut, kemudian ditutup dengan seruan agar Polri segera melakukan pembenahan internal secara serius. Cipayung Plus menegaskan, hanya dengan reformasi institusi yang sungguh-sungguh, Polri dapat mengembalikan citra sebagai pengayom dan pelindung rakyat sesuai amanat konstitusi.
“Hal itu, menurut mereka, merupakan bentuk nyata pelemahan demokrasi,” tandasnya.(*)












