Bondowoso, locusjatim.com — Menjelang pemilihan Ketua Pengurus Koordinator Cabang (PKC) dan Korps PMII Putri (Kopri) Jawa Timur, suhu politik internal organisasi mahasiswa itu kian memanas.
Aroma permainan kotor mulai tercium, dengan praktik intimidasi, godaan uang, hingga tekanan dari tokoh berpengaruh, termasuk kalangan kiai.
Salah satu kader PMII Jawa Timur, Arya Dwipangga (nama samaran), mengungkapkan bahwa sejak berakhirnya sidang pleno laporan pertanggungjawaban (LPJ) kepengurusan Baijuri selaku Ketua PKC Jatim, dinamika Konferensi Koordinator Cabang (Konkercab) semakin tidak sehat.
“Suasana semakin memanas dan penuh tekanan. Ada salah satu tim calon yang siap membayar mahal agar kader-kader berpindah dukungan,” ujar Arya kepada media, Minggu (3/8/2025).
Menurut Arya, praktik semacam itu jelas mencederai nilai-nilai demokrasi yang seharusnya menjadi semangat dalam proses regenerasi kepemimpinan PMII. Godaan uang disebut hanya sebagai bagian kecil dari strategi kotor yang dimainkan oleh oknum tertentu.
Lebih mengkhawatirkan lagi, kata dia, terdapat intervensi langsung dari salah satu politisi partai besar di Jawa Timur.
Politisi tersebut, menurutnya, mendatangi dan memberi tekanan kepada salah satu ketua cabang PMII agar berpindah dukungan sesuai arahan partai.
“Politisi itu secara langsung melakukan intimidasi. Ini jelas tidak etis dan berbahaya bagi independensi organisasi mahasiswa,” kata Arya.
Tak hanya dari politisi, tekanan juga datang dari tokoh agama terkemuka. Arya menyebut, seorang kiai kondang yang juga pimpinan ormas keagamaan besar di salah satu kabupaten di Tapalkuda, ikut menekan kader dengan ancaman tak akan mengeluarkan ijazah pesantren apabila kader tersebut tidak memilih calon yang didukungnya.
“Ini sangat disayangkan. Seorang kiai seharusnya menjadi panutan moral, bukan alat tekanan politik praktis,” tambahnya.
Lebih lanjut, Arya mengungkapkan, salah satu tokoh penting pipinan di ormas terbesar di Indonesia juga ikut turun di gelanggang Konkercab dan ada pula salah seorang pengurus penting di PB PMII ikut turun cawe-cawe.
Arya menilai, cara-cara intimidatif dan transaksional ini mencoreng marwah PMII sebagai organisasi kader dan perjuangan. Ia mempertanyakan arah dan masa depan PKC PMII Jawa Timur jika proses politiknya dibajak oleh praktik kotor.
“Jika pemimpin PMII lahir dari proses yang culas, maka ia hanya akan menjadi pelayan kepentingan politik jangka pendek. Bukan pelayan kader dan organisasi,” tegasnya.
Menurutnya, pemimpin semacam itu tidak akan punya visi kaderisasi yang kuat. Mereka cenderung pragmatis dan akan mengabaikan idealisme yang seharusnya dijunjung tinggi oleh PMII.
Arya mengajak seluruh kader PMII Jawa Timur untuk tetap kritis dan tidak tunduk pada tekanan, baik yang bersifat materi maupun simbolik. Ia berharap, proses pemilihan bisa berlangsung jujur, adil, dan bermartabat.
“PMII adalah rumah kader, bukan panggung politik elite. Kita harus menjaga marwah organisasi ini tetap utuh,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan bahwa regenerasi kepemimpinan di tubuh PMII bukan semata ajang rebutan jabatan, melainkan momentum konsolidasi ide dan penguatan gerakan mahasiswa.
“Kalau cara merebut kepemimpinan saja sudah kotor, bagaimana nanti kepemimpinannya?” Arya menutup pernyataannya dengan nada prihatin.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari panitia pelaksana maupun dari tokoh-tokoh yang disebut dalam dugaan intimidasi tersebut. Namun sejumlah kader PMII di daerah lain turut menyuarakan keprihatinan terhadap situasi yang berkembang menjelang pemilihan PKC dan Kopri Jatim.












