LOCUSJATIM.COM, JEMBER – Perempuan bernama In’am Nafila Majid atau akrab disapa Ning In’am, putri dari pemilik pondok pesantren ternama di Jember. menerbitkan sebuah novel berjudul ‘Berkalung Surban Duri‘ yang terinspirasi dari kisah hidupnya.
Dalam novel yang berisi 300 halaman tersebut, Ning In’am menceritakan kisah hidup yang pernah ia alami semasa menikah dengan mantan suaminya dahulu yang diwarnai dengan hubungan rumah tangga rumit, perselingkuhan hingga kurang harmonisnya rumah tangga yang ia jalani.
“Bentuk buku saya itu adalah sebuah novel, dimana buku novel tersebut menceritakan tentang kisah nyata yang 100 persen saya alami. Dalam hidup saya selama berumah tangga, dari sistem perjodohan sampai bagaimana saya berada di dalam rumah tangga yang sangat toxic. Sampai bagaimana akhirnya saya keluar dari rumah tangga yang toxic tersebut,” kata Ning In’am saat ditemui di kediamannya, Jum’at (11/10/2024).
Ning In’am juga mengatakan, ia menulis novel tersebut atas inisiatif diri sendiri tanpa ada dorongan dari orang lain.
“Saya menulis bukan karena orangtua saya, tapi karena diri saya sendiri. Tidak ada motivasi dari orang lain, saya memang memotivasi diri saya sendiri. Saya tidak boleh berlama-lama dalam keterpurukan, saya juga harus menciptakan karya,” ujarnya.
“Jadi motivasi saya menulis buku ini adalah, saya tidak boleh terlalu lama diam dalam rasa kesedihan saya dengan apa yang saya alami. Sehingga saya harus bangkit, salah satunya dengan menciptakan karya saya,” sambung Ning In’am.
Novel tersebut juga memiliki filosofi yang terkandung di dalamnya. Bahkan, ujar Ning in’am, mengenai cover sampul depan juga memiliki arti tersendiri.
“Filosofinya adalah, di cover novel itu memang benar foto saya yang saya yang sudah diedit pakai AI menggunakan surban. Kenapa berkalung surban?, karena berkalung itu menunjukkan arti sebuah terbelenggu,” ujarnya.
“Sedangkan surban disitu menunjukkan seseorang sosok yang ahli agama. Kemudian duri itu adalah sebuah luka yang menyakitkan. Jadi saya terbelenggu dengan sesosok orang yang ahli agama, tetapi memiliki duri yang menyakitkan,” sambung Ning In’am.
Ning In’an mengatakan, cerita di dalam novel tersebut merupakan kisah nyata yang ia alami. Namun tokoh yang ada pada novel tersebut menggunakan nama fiktif atau samaran.
“Kalau untuk tokoh yang ada di novel tersebut, nama-namanya fiktif. Tetapi memang sosoknya itu ada, cuma memang namanya saya samarkan,” ungkapnya.
Dalam menulis novel tersebut, lanjut Ning In’am, dirinya menghabiskan waktu selama satu bulan setengah. Terlebih saat itu dirinya masih dilanda trauma dan kecemasan atas apa yang dialami dalam rumah tangganya.
“Saya membuat buku ini selama satu bulan setengah. Saat itu saya juga mengalami gangguan kecemasan berlebihan dan memang yang saya tulis ini 100 persen fakta,” ujarnya.
“Sehingga ketika saya menulis buku tersebut, sesekali saya ketrigger (teringat) terhadap hal-hal yang sudah pernah saya alami. Itu membuat saya harus berhenti menulis dan saya menangis, jadi saya menyelesaikan kecemasan saya. Baru saya bisa menulis besok harinya,” sambungnya.
Menurutnya, dalam satu novel tersebut telah rampung dan telah mencapai akhir cerita. Kedepan tidak akan ada sambungan dari novel tersebut.
Namun demikian, lanjut Ning In’am, dirinya akan melanjutkan menulis karya novel lain dengan cerita yang berbeda namun tetap diambil dari kisah yang pernah dialaminya.
“Kalau buku ini sudan selesai sampai di sini, ini sudah ending. Tetapi akan ada buku saya selanjutnya, karena saya sekarang sedang menulis novel ke dua saya,” ulasnya.
“Novel kedua ini beda cerita, cuma masih tetapi kisah nyata. Kisah nyata tentang kehidupan saya. Istilahnya itu tentang bagaimana penerimaan diri, terhadap mata ke tiga atau mata batin. Kalau judulnya masih rahasia,” sambungnya.
Bagi Ning In’am, ditengah permasalahan apapun yang tengah dihadapi harus senantiasa mengingat yang maha kuasa dan harus bisa bertahan secara maksimal serta bagaimana cara mengakhiri permasalahan tersebut dengan hati yang dingin.
“Pesan saya terhadap pembaca novel saya, agar orang itu dapat mengambil pelajaran dari apa yang saya alami, bagaimana saya bisa survive dari situ. Dan yang paling penting, selalu ingat pada Allah, Tuhan yang maha kuasa,” ujarnya.
Novel yang dibuat Ning In’am tersebut, saat ini masih belum dijual di marketplace atau bekerjasama dengan toko-toko buku ternama.
“Tapi buat yang ingin membaca novel ini, bisa melalui sosial media pribadi saya. Atau kontak ke akun instagram saya. Karena memang belum dijual di pasaran,” pungkasnya.