LOCUSJATIM.COM, JEMBER – Tersangka kasus pencemaran nama baik Nahdlatul Ulama (NU) dan GP Ansor lewat media sosial (medsos) dengan menggunakan beberapa akun palsu, berhasil diamankan polisi.
Tersangka pria berinisial HS (55) warga Kelurahan Jember Kidul, Kecamatan Kaliwates, Kabupaten Jember, Jawa Timur diamankan di kediamannya pada (23/09/2024) lalu.
Tersangka HS tersebut melakukan pencemaran nama baik dengan menggunakan 17 akun sosial media berbeda dengan platform Instagram (IG), X (Twitter), Tiktok, dan Facebook. Dengan menggunakan 1 handphone (HP). Salah satunya akun Facebook bernama ‘Melly Itoe Angie’ yang menjadi awal dari pelaporan kasus tersebut.
“Jadi memang tersangka atas nama HS ini merupakan pemilik dari akun Facebook ‘Melly Itoe Angie’ terhitung sejak 29 April 2020, yang kemudian kemudian akun tersebut membuat 2 postingan menggunakan handphone Redmi Note 10s,” ujar Kapolres Jember AKBP Bayu Pratama Gubunagi saat sesi press conference di Polres Jember, Senin (30/9/2024).
Adapun isi dari postingan tersebut :
1) Pada tanggal 25 Juni 2024 berisikan tulisan “Penasehat pengurus besar Nahdlatul Ulama, orang2 NU pada bodoh kali ya?, pantesan ada tokoh GP Ansor ada yang ketangkep karena korupsi” sambil menampilkan dibawah tulisan tersebut ada foto Hotman Paris diapit dengan dua wanita.
2) Pada tanggal 24 Juni 2024 berisikan tulisan “Hati2 dengan Kyai dan Gus yg masih punya ambisi jadi kepala daerah. Tokoh agama cocoknya sebagai wakil untuk kontrol dan filter kebijakan sambil menampilkan identitas dan foto Bupati Sidoarjo K. H. Ahmad Muhdlor Ali, S.I.P.
“Adapun postingan tersebut diketahui oleh beberapa saksi kunci yang bertempat di Kantor GP Ansor Jember yang mana telah mendapatkan reaksi 14 (empat belas) like dan 43 (empat puluh tiga) komentar, dan setelah kedua postingan tersebut ramai diperbincangkan (HS) kemukan mengarsipkan kedua postingan tersebut,” ungkap Bayu.
“Postingan itu telah menimbulkan respon dari komunitas Nahdatul Ulama dan Gerakan Pemuda Ansor yang tidak menerima atas isi dari postingan tersebut karena menimbulkan keresahan di masyarakat dan dikhawatirkan akan berdampak pada permusuhan individu kelompok masyarakat tertentu dan selanjutnya mengadukan ke Polres Jember,” sambungnya.
Terkait dengan motif tersangka melakukan hal tersebut, lanjut Bayu, karena tersangka ingin memberikan informasi kepada masyarakat umum (netizen facebook) jika kondisi NU tidak baik-baik saja karena NU melalui PBNU dimanfaatkan untuk kepentingan politik diantaranya terhadap orang-orang yang tergabung dalam organisasi NU, Anshor, Banser, Müslimat dan Fatayat.
Bayu juga mengatakan, pelaku nantinya akan mendapatkan keuntungan dari aksinya melakukan pencemaran di media sosial tersebut.
“Motif tersangka ingin memberikan informasi kepada masyarakat umum (netizen facebook) jika salah satu orang NU yang memiliki gelar “Gus” dan sebagai Sekretaris GP Anshor Sidoarjo ditetapkan sebagai Tersangka kasus korupsi oleh KPK dan berharap tidak terjadi di Kabupaten Jember,” ujarnya.
“Jadi tersangka ini diduga kuat juga mendapat keuntungan dari aksinya itu. Namun keterangan yang kami peroleh dari pelaku ini masih belum jelas, dan kami akan melakukan pendalaman kembali,” sambungnya.
Bayu juga mengatakan, dari kasus tersebut terdapat 7 orang saksi yang menjadi alasan kuat Polres Jember mengamankan pelaku tersebut.
“Dari 7 saksi yang kami periksa, bahwasanya terbukti tersangka HS ini yang menjadi pelaku utama dalam melakukan aksinya. Pelaku kami tangkap di rumahnya,” ungkap Bayu.
Terkait barang bukti yang diamankan Polres Jember, lanjut Bayu, adalah 1 (satu) perangkat handphone merk Redmi Note 10s, 1 (satu) Nomor Seluler 082333021969, 1 (satu) akun Facebook atas nama “Melly Itoe Angie” yang mana terdapat 2 (dua) postingan yang telah diarsipkan dan 1 (satu) buah Flashdisk ukuran 8GB Merk Sandisk wama Merah Hitam.
“Pelaku dijerat dengan Pasal 45A ayat (2) Jo Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2024 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dengan ancaman pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun,” pungkas Bayu.