Locusjatim.com – Pesta demokrasi sebentar lagi dimulai, tapi panasnya politik dalam negeri sudah terasa gerahnya.
Tiga Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) telah resmi mendaftarkan diri ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Indonesia. Setiap Pasangan Calon (Paslon) juga telah mengenalkan visi misi masing-masing.
Ada yang mengusung “Indonesia Adil Makmur untuk Semua”, ada juga yang akan bergerak “Menuju Indonesia Unggul: Gerak Cepat Mewujudkan Negara Maritim yang Adil dan Lestari” dan terakhir ingin “Bersama Indonesia Maju, Menuju Indonesia Emas 2045”.
Sebelum masa kampanye datang dan suasana politik semakin panas, ada baiknya sebagai masyarakat yang kelak akan memberikan hak suara pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 mendatang melihat sepak terjang setiap paslon dan menelaah lebih jauh visi mis yang mereka gaungkan.
Salah satu caranya dengan memperbanyak bacaan. Bisa dengan membaca berita-berita yang banyak disajikan di media massa, buku-buku politik maupun sekedar novel ringan yang mengangkat isu pemerintahan.
Negeri di Ujung Tanduk salah satu novel yang ditulis Tere Liye dan terbit 10 tahun silam tepat sebelum masa pemilihan 2014 ini bisa menjadi bacaan yang cocok untuk menemani hari-hari jelang Pemilu 2024 mendatang.
Sebab, lewat novel ini Tere Liye memberikan gambaran menarik tentang bagaimana intrik politik dimainkan yang tidak terbatas pada orang-orang partai atau pemerintahan.
Namun juga aspek-aspek lain yang saling terhubung dan bisa mempengaruhi dunia perpolitikan. Ia menyebutnya dengan istilah “Mafia Hukum”.
Isu mafia hukum yang diangkat Tere Liye di novel yang terbit pertama kali pada tahun 2013 ini masih sangat relevan dibaca menjelang masa pilpres tahun depan.
Apalagi alur cerita yang ia sajikan cukup panas layaknya kondisi politik tanah air yang semakin memanas setalah bacawapres terakhir diumumkan.
Kendati demikian, novel ini tetap memiliki banyak nilai yang bisa dipakai untuk diri sendiri agar bisa menjadi pribadi yang lebih peduli di tengah banyak kepedulian terkikis karena demokarasi yang hampir mati.
Selain itu, ada satu bagian yang memang layak menjadi sebuah renungan, tidak hanya untuk orang-orang yang berkepentingan tapi juga kepala-kepala yang memiliki hak suara dalam pemilihan.
Begini bunyi pertanyaanya. “Siapa sebenarnya yang memiliki sebuah partai politik?”
Pendek saja, tapi jawaban pertanyaan itu bisa mengetuk perlahan pintu berpikir untuk lebar-lebar melihat kondisi politik negeri ini.
Lalu, saat hak suara diberikan sosok yang dipilih benar-benar hasil berpikir jernih tanpa bias apalagi goyah karena serangang fajar.