Pamekasan, locusjatim.com – Pemilihan Ketua Himpunan Mahasiswa Prodi Studi Tadris Bahasa Indonesia (HMPS TBIN) di Universitas Islam Negeri (UIN) Madura berubah ricuh. Seorang mahasiswa berinisial AF menjadi korban dugaan pemukulan dan pengeroyokan di dalam Auditorium kampus, Rabu siang (4/6/2025).
Insiden ini terjadi setelah AF menyuarakan kritik tajam terhadap proses verifikasi berkas calon Ketua HMPS yang dinilai sarat kejanggalan.
“Saya hanya menuntut kejelasan. Tapi justru dipukul dan dikeroyok. Saya datang untuk dialog, bukan duel,” ungkap AF, Kamis (5/6/2025), sehari setelah kejadian.
AF mengungkapkan, kekisruhan bermula saat ia mempertanyakan alasan Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa (KPUM) tidak meloloskan salah satu calon, Rifki Hidayat. Padahal, menurut AF, berkas Rifki sudah dinyatakan lengkap saat masa pendaftaran.
“Berkas Rifki dinyatakan lengkap saat daftar. Tapi tiba-tiba di tahap verifikasi dianggap tidak lengkap oleh KPUM. Ini janggal,” tegasnya.
Sementara itu, calon yang dinyatakan lolos adalah Moh. Imamuddin—mahasiswa pindahan dari Prodi MPI ke TBIN. AF menyebut Imamuddin seharusnya tidak memenuhi syarat, karena tidak murni dari Prodi TBIN sejak awal.
Merasa perlu mendapat penjelasan, AF mendatangi auditorium kampus untuk menemui panitia. Namun niatnya itu justru berujung pada tindakan kekerasan.
“Saya dihentikan sejumlah mahasiswa, lalu dipukul bagian belakang kepala, rusuk kiri, dan pipi saya lecet kena kuku. Saya ditahan tubuhnya, lalu dipukul oleh tiga orang,” jelas AF.
Tak tinggal diam, AF langsung melaporkan kejadian tersebut ke Polres Pamekasan. Laporan resmi telah tercatat dengan Nomor: STTLP/B/229/VI/2025/SPKT/Polres Pamekasan/Polda Jatim pada Rabu malam (4/6/2025), pukul 19.34 WIB.
“Saya sudah divisum di rumah sakit tadi malam. Saya harap polisi segera menindaklanjuti,” ujarnya dengan nada serius.
Sampai berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak kampus UIN Madura maupun dari panitia KPUM. Sementara Polres Pamekasan disebut masih melakukan penyelidikan berdasarkan laporan korban.
Kejadian ini menjadi perhatian serius civitas akademika, karena mencoreng semangat demokrasi dan intelektualitas yang seharusnya dijunjung tinggi di lingkungan perguruan tinggi.