LOCUSJATIM.COM, JEMBER – Bertujuan untuk memberikan pengetahuan pendampingan dan pendekatan kepada anak berkebutuhan khusus (ABK). Digelar Acara konsultasi gratis bagi orang tua maupun guru yang memiliki dan merawat ABK di Aula Bakorwil V Jember, Senin (16/12/2024).
Digelarnya acara tersebut berawal dari keprihatinan dari kelompok Relawan Ben Seromben Jember, terkait banyaknya kasus anak berkebutuhan khusus (ABK) yang ditangani.
Menurut Ketua Relawan Ben Seromben Jember Maya Cendrawasih mengatakan, penanganan ABK masih menjadi persoalan yang menjadi perhatian khusus.
“Terlebih kemudian kesulitan untuk melakukan perawatan maupun pendampingan terhadap ABK. Terlebih saat ABK ini membutuhkan pendampingan khusus dari profesional psikolog, tapi juga terbentur dengan persoalan biaya,” ujar Maya saat dikonfirmasi disela kegiatan Talk show “Pendidikan, Tumbuh Kembang, dan Pendampingan Anak Berkebutuhan Khusus”.
“Karena biaya pendampingan dengan bantuan psikolog bagi masyarakat kurang mampu. Dirasa mahal dan tidak mudah dijangkau. Bahkan ada kasus yang tidak bisa ke psikolog karena biaya mahal. Kan sekali perawatan Rp 250 ribu,” sambungnya.
Kurangnya pengetahuan dari orangtua orang tua dan lingkungan keluarga, serta masyarakat sekitar, lanjut Maya, menjadi salah satu penyebab banyaknya kasus-kasus soal ABK yang terkesan ditelantarkan bahkan sampai tak terperhatikan.
“Akhir-akhir ini Ben Seromben banyak sekali menangani dan menerima laporan tentang ABK. Ada usia 17 tahun tidak memiliki e-KTP, Bahkan ada yang umur 27 disembunyikan. Banyaknya (persoalan) itu, karena banyak ABK ini. Akhirnya kita arahkan kegiatan ini,” ungkapnya.
“Karena banyak kasus ABK ini yang tidak diterima orang tua sendiri. Kebanyakan hanya bisa pasrah, cukup dimakani (diberi kebutuhan makan) dan tidak mendapat perhatian khusus. Harusnya kan (ABK didampingi) sehingga memiliki potensi. Bahkan ada persoalan suami istri yang saling menyalahkan apakah si ibu memiliki masalah. Kita ingin ABK tidak hanya tanggung jawab satu pihak, atau ibu. Tapi tanggung jawab bersama,” sambungnya.
Terkait kegiatan talkshow tersebut, lanjut Maya, diketahui diikuti oleh 51 anak berkebutuhan khusus bersama orang tuanya. Juga diikuti, 20 PPL (calon guru) difabel, dan 10 guru difabel. Juga 10 kepala sekolah difabel se Jember.
“Jadi aktifitas ini, kita mengundang pemilik sekolah inklusi. Untuk bikin even, memfasilitasi orang tua untuk mendapat konseling gratis. Kita juga menggandeng Dinsos sebagai perayaan HDI, ada bantuan dari dinsos, paket sembako, dan selimut juga mamirat, kemudian donatur beras 5 Kg, dan snack. Jadi mereka pulang bawa 10 Kg beras, snacknya juga yang lumayan premium yang diberikan,” ujar Maya.
“Intinya karena sulitnya menjangkau pelayanan psikolog yang kemudian mendasari adanya acara ini. Persoalan minim biaya juga menjadi persoalan. Sehingga adanya kegiatan konsultasi gratis ini, untuk membantu orang tua yang membutuhkan ilmu, menangani anak-anak berkebutuhan khusus. Ke depan, semoga nanti bisa getuk tular untuk dilakukan di lembaga sekolah ABK maupun kegiatan rutin yang dilakukan pemerintah,” sambungnya.
Sementara itu, seorang Psikolog ABK Nurhasanah S.Psi, M.Psi, Psikolog, juga membenarkan persoalan dan kendala yang dialami orang tua. Terlebih saat memiliki anak berkebutuhan khusus tersebut sulit untuk saling berinteraksi.
“Ada tiga poin hal yang perlu diperhatikan saat memiliki atau merawat ABK itu. Pertama, pentingnya memperhatikan ABK itu terkait dengan early intervention. Yakni Mendapatkan intervensi sejak usia dini. Itu penting sekali. Karena dengan mendapatkan intervensi sejak usia dini, diotak itu akan terjadi meilinasi dan plastisitas otak. Kalau melinasi otak itu, anak akan ketika distimulasi akan tumbuh dan berkembang. Anak itu akan menerima segala stimulasi dengan mudah,” ujar Nurhasanah memberikan penjelasan.
Perhatian terhadap ABK, lanjut Nurhasanah, perlu dilakukan sejak dini, karena nantinya akan berpengaruh terhadap tumbuh dan kembangnya, atau berpengaruh terhadap prognosis gangguannya akan tertangani lebih baik.
“Intinya poin pertama saat didiagnosa ABK, bisa dipantau tumbuh kembangnya, untuk ke klinik melakukan terapi,” ujarnya.
Poin kedua, lanjut perempuan yang juga seorang Dosen di UIN KHAS Jember tersebut, yaitu dengan mencarikan sekolah atau tempat pendidikan yang tepat.
“Kalau bisa disekolahkan ke sekolah umum reguler yang masih TK, untuk anak autism terutama. Kecuali anak yang sudah jelas (berkebutuhan khusus) fisik. Itu juga bisa sekolah regluer, tapi SLB tentunya lebih pas minat bakatnya. Seperti down sindrom dan sebagainya,” ulasnya.
“Nah tapi kalau anak autism disekolah reguler dulu, karena itu memberikan kesempatan untuk belajar bersosialisasi. Karena memang gangguannya disana,” sambungnya.
Kemudian poin ketiga, lanjut Nurhasanah, terkait penanganan medis.
“Bisa melakukan pemeriksaannya tumbuh kembang, bisa pengobatan. Karena kalau misalnya autism itu harus diobati. Jadi membutuhkan penanganan medis juga. Kemudian kegiatan berkelompok seperti yang dilakukan relawan ini. Juga harus dilakukan lebih sering dan berkelompok, karena ketika sudah diketahui adanya gangguan pada anak, yang harus orangtua lakukan adalah memberikan perhatian, konseling. Sehingga mereka lebih tahu anaknya harus kemana, ketika anak (ABK) ada uneg-uneg, lebih bisa disampaikan,” pungkasnya.