LOCUSJATIM.COM, JEMBER – Dalam rangka memperingati Hari Peduli Sampah Nasional (HPNS) Rabu, (21/02/2024), pengelola Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Pakusari mengkritisi banyaknya sampah dari Alat Peraga Kampanye (APK) pasca Pemilihan Umum (Pemilu)
Kepala UPT TPA Pakusari RM Masbut mengatakan bahwa, masih banyak sampah APK menumpuk dan tidak jelas mau dibuang ke mana, bahkan setelah pemilu telah usai.
Sampai saat ini, Masbut mengaku masih tidak ada pembahasan bersama dengan lembaga terkait. Baik dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) maupun Bawaslu Jember mengenai pembuangan sampah APK.
Lebih jauh ia menjelaskan ada sekitar 732 Caleg yang ada di Kabupaten Jember dan jika ditambah dengan tiga Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres), ada kemungkinan sampah APK mencapai 2 Ton bahkan lebih.
“Notabene itu terbuat dari bahan yang tidak mudah didaur ulang yaitu campuran PVC dengan kertas dan plastik, sehingga untuk terurai dengan alam itu sulit. Entah kemana larinya sampah APK itu, kita juga tidak tahu sampai saat ini. Tapi, yang jelas itu tetap menjadi sampah dan PR kita bersama,” ujarnya saat dikonfirmasi sejumlah wartawan, Rabu (21/02/2024) pagi.
Terkait pengelolaan sampah APK, Masbut mengungkapkan bahwa ada teknologi yang bisa mengubah sampah itu, menjadi sesuatu yang bermanfaat.
“Sebetulnya bisa sampah APK itu didaur ulang, mungkin hanya bisa jadi Refuse Derived Fuel (RDF) sebagai bahan bakar alternatif untuk pengganti batu bara. Atau juga biasa digunakan oleh orang-orang di desa untuk pertanian atau lamak (alas di lantai) dan sebagainya,” ungkapnya.
Pihaknya juga telah memiliki alat untuk merealisasikan hal tersebut. Tetapi saat ini
masih belum ada kajian lebih lanjut tentang alat untuk mengolah sampah menjadi RDF itu.
“Untuk alat pengelolah sampah APK itu, ada di TPA Pakusari. Akan tetapi untuk optimalisasi hasil akhir dari RDF yang dihasilkan, belum ada kajian lebih lanjut, karena memang belum ada kerjasama dengan pihak terkait. Ya semoga sampah APK itu tidak di buang ke sungai. Kami juga pihak TPA Pakusari belum menerima Sampah APK itu,” ucapnya.
Namun, hal itu kata dia hanya bisa diaplikasikan pada APK yang berukuran besar.
“Untuk APK yang kecil-kecil itu tidak bisa dipergunakan kembali dan hal itu akan tetap jadi sampah,” sambungnya.
Selain itu, ia juga menyayangkan sikap para peserta pemilu yang melakukan pemasangan APK tanpa memperhatikan ketentuan dari KPU.
Masbut menambahkan masih banyak peserta pemilu yang memasang APK di pohon dengan cara dipaku.
“Hampir 60% APK itu terpaku di pohon itu yang kami pantau di lapangan dan itu yang nantinya juga akan merusak pohon, dan mudah tumbang jika semakin tua. Bahkan mungkin hanya bisa dimanfaatkan sebagai kayu bakar jika tumbang,” ulasnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Komunitas pecinta lingkungan Word Cleanup Day Indonesia (WCDI) Jember yang akrab disapa Cak Nuji.
Menurutnya sampah APK bisa menjadi beban bahkan mencemari lingkungam jika tidak dikelola dengan baik.
“Jadi kita berharap bagaimana nantinya agar sampah APK itu tidak mencemari lingkungan dan jangan sampai jadi beban TPA, karena TPA kita itu sudah over load, jadi mungkin ke depan ada solusi agar bisa selesai di hulu,” terangnya.
Sementara hingga saat ini, akunya bel ada koordinasi lebih lanjut dari pihak KPU maupun Bawaslu setempat.
“Apakah APK ini akan dikembalikan ke pemiliknya, atau dikemanakan, kalau terkait aturan memang sudah jelas di KPU itu. Tidak boleh memasang banner dengan cara dipaku di pohon,” lanjutsn.
Pemilik naman Pramuji itu berencana akan melakukan diskusi bersama, terkait pengelolaan sampah bekas APK, serta mencari solusi agar kedepan APK tidak lagi dipasang dengan cara dipaku di pohon.
“Nanti ini kita bahas juga dalam Forum Groups Discussion (FGD) dengan mengundang KPU dan Bawaslu. Serta dinas terkait seperti Dinas Lingkungan Hidup (DLH) ataupun Dinas Kehutanan. Dan harapan kami akan ada rekomendasi bersama, apalagi setelah ini masih ada Pesta Pemilu lagi yakni Pilkada,” terangnya.
Dirinya bahkan memberi ide agar masyarakat bisa ikut andil dalam kontrol pemasangan APK, sehingga ketika ada yang melanggar, bisa ditindaklanjuti lebih cepat.
“Kalau perlu kita beri kekuasaan kepada masyarakat, jika ada calon yang memasang APK dengan cara dipaku di pohon. Agar masyarakat langsung mencopotnya sendiri tapi dengan perlindungan undang-undang. Saya kira cara itu akan lebih efektif nantinya,” tutupnya.