Pamekasan, locusjatim.com — Polemik sengketa lahan yang menimpa SDN Tamberu 2, Desa Tamberu, Kecamatan Batumarmar, Pamekasan, kembali menjadi sorotan publik.
Setelah gedung sekolah disegel oleh pihak yang mengklaim sebagai pemilik tanah, kini ratusan siswa terpaksa mengikuti kegiatan belajar mengajar di tenda darurat milik BPBD, tepat di area Tempat Pembuangan Akhir (TPA) desa setempat.
Kondisi memprihatinkan ini mendapat perhatian serius dari Komisi IV DPRD Kabupaten Pamekasan, yang membidangi sektor pendidikan. Pada Selasa (28/10/2025), komisi tersebut mengundang Dinas Pendidikan (Disdik) dan Bagian Aset Pemkab Pamekasan untuk membahas langkah penyelesaian.
Ketua Komisi IV DPRD Pamekasan, Halili, menyebutkan bahwa kondisi di lapangan benar-benar memprihatinkan.
“Anak-anak belajar di bawah tenda, dan lokasinya tepat di area pembuangan sampah. Ya bagaimana lagi, mau belajar di emperan rumah warga juga tidak diperbolehkan karena dianggap bising,” ujar Halili, usai rapat bersama instansi teknis.
Menurut Halili, akar persoalan sengketa tanah SDN Tamberu 2 melibatkan aspek aset dan administrasi pertanahan.
Pihak pemilik lahan sebenarnya telah diarahkan untuk mengurus sertifikat tanah agar dapat dibeli oleh pemerintah. Namun, proses tersebut terhambat karena BPN Pamekasan meminta surat keterangan dari Bagian Aset bahwa tanah tersebut bukan milik Pemkab.
“Masalahnya, bagian aset tidak bisa mengeluarkan surat itu karena tidak ada dasar hukumnya. Padahal, tanpa surat tersebut sertifikat tidak bisa terbit, dan pembelian tanah pun tidak dapat dilakukan,” jelasnya.
Halili menuturkan, BPN meminta surat tersebut untuk menghindari potensi gugatan hukum di masa depan. Sementara itu, secara faktual, lahan sekolah telah digunakan pemerintah selama lebih dari dua dekade.
“Kalau sudah 20 tahun lebih digunakan pemerintah, bisa saja diklaim sebagai aset negara. Tapi di sisi lain, kalau tanpa dasar sertifikat, tidak bisa ada transaksi resmi,” tambahnya.
Dalam rapat tersebut, Komisi IV merumuskan tiga opsi solusi: membeli lahan dari pemilik, membangun sekolah baru di lokasi lain, atau memindahkan siswa ke sekolah terdekat. Namun setelah dilakukan musyawarah, pembangunan gedung baru di lahan aset Pemkab dinilai sebagai pilihan paling realistis.
“Membangun gedung baru di lahan pemerintah adalah solusi paling aman. Di sekitar lokasi masih ada tanah milik Pemkab yang bisa dimanfaatkan,” ungkap Halili.
Ia juga menilai opsi pembelian lahan berisiko menimbulkan persoalan baru.
“Harga tanah nanti bisa jadi masalah. Pemerintah menilai dengan appraisal, sementara pemilik bisa pakai harga pasar, bahkan harga selera. Belum lagi ada klaim kepemilikan dari pihak lain,” tegasnya.
Halili menyebut, hasil rapat akan segera disampaikan kepada Sekda dan Bupati Pamekasan untuk ditindaklanjuti.
“Masalah ini tidak bisa ditunda. Kasihan anak-anak, mereka belajar di tenda dekat TPA. Bahkan saat makan program Makan Gratis, mereka makan di bawah tenda yang berdiri di area sampah. Ini tidak manusiawi,” ujarnya prihatin.
Komisi IV DPRD Pamekasan mendesak pemerintah agar segera mengambil langkah cepat sebelum musim hujan tiba.
“Tenda darurat bukan solusi jangka panjang. Kami mendorong agar pembangunan gedung baru segera direalisasikan,” tegas Halili.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Pamekasan, M. Alwi, mengakui kondisi di lapangan memang jauh dari layak.
“Kami sudah melihat langsung bersama Komisi IV. Anak-anak belajar di tenda BPBD, dan lokasinya memang kurang layak. Kami sedang berkoordinasi dengan Disperindag untuk menurunkan alat berat agar area sekitar bisa diratakan dan dibersihkan,” ungkap Alwi.
Pihaknya juga tengah menelusuri solusi hukum agar persoalan kepemilikan lahan dapat segera diselesaikan.
“Kami tetap berikhtiar menjalin komunikasi dengan pemilik sertifikat tanah. Kalau memungkinkan dan sesuai regulasi, ya akan kita beli. Semoga prosesnya bisa dipermudah,” pungkasnya.
Dengan situasi yang belum menentu, para siswa SDN Tamberu 2 tetap melanjutkan proses belajar dengan segala keterbatasan. Harapan besar kini tertuju pada langkah cepat pemerintah daerah untuk menghadirkan ruang belajar yang layak bagi masa depan mereka.












