Jember, locusjatim.com – Sengketa tanah di Kabupaten Jember memasuki babak baru yang cukup membingungkan publik. Hj. Sukartini, warga Desa Wirowongso, Kecamatan Ajung, harus berjibaku mempertahankan tanah miliknya seluas 1.800 meter persegi yang telah bersertifikat resmi.
Ironisnya, dalam proses hukum yang berjalan, justru seorang notaris yang kini duduk sebagai terdakwa, sementara pihak yang diduga menyerobot belum tersentuh hukum.
Perkara ini bermula sejak 2005 saat Sukartini meminjam uang Rp 270 juta kepada tetangganya, Yusuf, dengan jaminan tanah bersertifikat tersebut.
Karena tak mampu melunasi, Sukartini sepakat menjual lahannya seharga Rp 370 juta. Namun, sisa pembayaran sebesar Rp 100 juta yang dijanjikan tak kunjung dibayarkan.
Dua tahun kemudian, tanah tersebut dijual kembali oleh perantara bernama H. Mui kepada Gunawan Ganda Wijaya. Transaksi pun berjalan tak tuntas, dan Sukartini mengaku baru mengetahui bahwa tanahnya telah disewakan ke pihak lain oleh Gunawan pada tahun 2019.
“Saya baru tahu kalau tanah itu dikelola orang lain. Bahkan disewakan, padahal sertifikat masih atas nama saya,” ujarnya kamis (26/06/2025).
Pada tahun 2022, Sukartini akhirnya berhasil menguasai kembali lahan tersebut dengan menunjukkan sertifikat asli yang masih atas namanya. Ia bahkan harus membayar Rp 27,5 juta sebagai ganti rugi kepada penyewa sebelumnya.
Namun permasalahan tak berhenti di situ. Gunawan disebut sempat merusak tanaman di lahan milik Sukartini tersebut, yang kemudian dilaporkan ke Polres Jember.
Namun, lanjut Suhartini, sampai saat ini laporan tersebut tak kunjung mendapat respons.
Sebaliknya, Gunawan justru melaporkan Notaris/PPAT Bambang Hermanto atas dugaan penggelapan sertifikat tanah. Kasus itu dengan cepat berlanjut ke meja hijau, dan kini Bambang menjadi terdakwa di PN Jember.
“Kenapa laporan saya tidak diproses, tapi laporan orang yang ambil tanah saya langsung masuk pengadilan? Di mana keadilan?” tegas Sukartini dengan nada kecewa.
Sementara itu, Freddy Andreas Caesar, kuasa hukum Bambang Hermanto, membantah tudingan penggelapan. Ia menegaskan bahwa kliennya tidak pernah menerima ataupun memegang sertifikat tanah tersebut.
“Pak Bambang tidak pernah menerima sertifikat atas nama Sukartini. Bahkan, saat itu pelapor hanya menunjukkan tanda terima yang diterima oleh mantan pegawai yang kini sudah almarhum,” ujarnya.
Sebagai bentuk itikad baik, lanjutnya, Bambang sempat bersedia membantu pelapor membuat laporan kehilangan ke polisi. Namun, laporan tersebut seharusnya hanya bisa dibuat oleh pemilik sah sertifikat.
“Anehnya, laporan tetap diterima di SPKT meskipun disertai catatan bahwa tidak untuk diterbitkan sertifikat baru. Tapi yang jelas, tidak pernah ada penyerahan fisik sertifikat ke Pak Bambang,” ungkapnya.
Ia juga menyebut adanya kejanggalan dalam proses hukum, terutama saat berkas perkara dinyatakan lengkap (P21), namun polisi masih menyusulkan sertifikat sebagai barang bukti.
“Setelah P21, kewenangan sudah di tangan kejaksaan. Tapi polisi justru menyerahkan barang bukti tambahan setelah itu. Ini patut dipertanyakan,” ujarnya.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak pelapor Gunawan Ganda Wijaya maupun kuasa hukumnya belum memberikan tanggapan terkait kasus yang kini tengah bergulir di Pengadilan Negeri Jember.
Sementara itu, baik Sukartini maupun tim kuasa hukum Bambang Hermanto menyatakan akan terus memperjuangkan keadilan dan hak hukum mereka melalui jalur yang sah.