LOCUSJATIM.COM, SUMENEP – Keluarga korban penganiayaan di Sumenep didampingi Lembaga Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Achmad Madani Putra dan Rekan-rekannya mendesak Polres setempat untuk segera menetapkan pelaku sebagai tersangka.
Kuasa Hukum korban, Nadianto LBH Achmad Madani Putra dan Rekan-rekan menilai Polres Sumenep terkesan bertele-tele memproses kasus dugaan penganiayaan tersebut.
“Hingga saat ini para terlapor tetap statusnya masih sebagai terlapor atau saksi, alias belum dinaikkan sebagai tersangka,” kata , Sabtu (20/07/2024).
Padahal, lanjutnya dugaan tindak pidana itu sudah dilaporkan sejak tanggal 12 Juli 2024 lalu. dan didukung pula oleh saksi yang berada di lokasi kejadian, bukti visum juga telah dikeluarkan oleh instansi berwenang, bahkan pengakuan langsung dari para terlapor saat diperiksa oleh penyidik Polsek Pasongsongan.
Nadianto mengungkapan saat ini kliennya masih mengalami sakit di bagian tulang lengan, bahu atas bergeser, jari telunjuk cedera dan tidak bisa memegang sesuatu apapun serta cedera di tulang belakang akibat penganiayaan itu.
“Berdasarkan kesaksian korban, salah satu pelaku melakukan penganiayaan diduga dengan alat berupa benda padat berupa ger besi yang dihantamkan pada tulang belakang korban hingga pingsan dan tidak sadarkan diri,” ungkapnya.
Menurutnya dengan semua bukti tersebut, polres Sumenep sudah bisa menetapkan terlapor sebagai tersangka dugaan kasus penganiayaan, sebab semua unsur telah terpenuhi.
“Tanggal 4 Juli 2024 pada tahap sidik, pelapor saksi dan para terlapor sudah diperiksa. Berdasarkan informasi dari penyidik setelah tanggal 4 Juli 2024 akan melakukan gelar perkara untuk menetapkan tersangka kepada pelaku,” ucapnya.
Ternyata, tambahnya Polres Sumenep hingga saat ini, tak kunjung melakukan gelar perkara. Padahal berkas gelar perkaranya sudah siap.
“Sudah berjalan 16 hari belum melakukan gelar. Oleh karena itu kami selaku kuasa hukum dengan keluarga korban pengeroyokan bertanya-tanya kenapa laporan kami tidak segera dilakukan gelar perkara,” tuturnya keheranan.
Ia memaparkan, dalam seminggu Polres Sumenep biasanya melakukan gelar perkara sebanyak dua kali. Hal ini lah yang semakin membuat keluarga korban merasa kecewa dan aneh dengan sikap Polres yang tidak segera melakukan gelar penetapan tersangka atas terlapor.
“Padahal berkas gelar sudah siap sementara perkara lainnya polisi melakukan gelar perkara bahkan melakukan jumpa pers. Contoh seperti kasus cabul Desa Talang, Polres tidak membutuhkan waktu lama untuk gelar perkara dari lidik, sidik dan penetapan tersangka dan penahanan,” paparnya.
Melihat hal itu, dirinya menduga Polres Sumenep menjalankan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berbeda-beda dalam menangani perkara.
Namun, ujarnya pada perkara yang serupa seperti Penganiayaan TKP Jembatan Kebunagung, Kota Sumenep serta Penganiayaan di Desa Ambunten pada tanggal 11 Juni 2024 lalu di tanggal 16 Juni 2024, pelaku telah diamankan Polres Sumenep.
Hal itu, lanjutnya berbanding terbalik dengan dengan perkara yang menimpa keluarga korban.
“Artinya hanya butuh waktu 5 hari untuk menyelesaikan tahapan lidik, sidik dan penetapan tersangka dan mengamankan pelaku sementara dalam kasus ini. Kok bisa beda penerapan hukumnya. Padahal lokasinya antara Kecamatan Ambunten dan Kecamatan Pasongsongan berbatasan tetapi penegakan hukumnya berbeda. Terhadap kondisi yang demikian telah menimbulkan persepsi yang berbeda di kalangan tokoh masyarakat dengan perkara yang sama namun pendekatan hukum yang berbeda,” sambungnya.
Lebih lanjut ia menyampaikan korban dan Keluarganya berharap, setelah ini Polres Sumenep bisa lebih serius menindaklanjuti laporan tersebut dengan cara segera melakukan gelar perkara dan mengamankan pelaku.
“Korban mengalami luka yang cukup serius. Korban bukan bola yang seenaknya dihajar dan dianiaya tanpa pelakunya diproses. Kami minta agar pelaku dihukum seberat-beratnya,” paparnya Kuasa hukum korban tegas.
Sementara itu Humas Polres Sumenep, AKP Widiarti saat dikonfirmasi via WhatsApp terkait kapan dilakukan gelar perkara dan penetapan tersangka terhadap pelaku pengeroyokan tersebut, hanya menjawab singkat.
“Ya nangani Polsek ya,” balasnya singkat.
Diinformasikan sebelumnya, Nofan Febrianto (23), warga Desa Campaka, Kecamatan Pasongsongan, Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur diduga kuat menjadi korban penganiayaan dan pengeroyokan, pada Rabu, 12 Juni 2024 kemarin.
Sementara pelaku pengeroyokan diketahui berinisial F (22), warga Desa Lebbeng Barat, Kecamatan Pasongsongan beserta tiga orang temannya yang tidak dikenal namanya oleh korban.
Atas kejadian itu, keluarga korban langsung melayangkan laporan ke Mapolsek setempat dengan bukti Laporan Polisi Nomor: LP/B/05/VI/2024/SPKT/Polsek Pasongsongan/Polres Sumenep/Polda Jawa Timur, tanggal 12 Juni 2024.
Dalam isi surat laporan itu diceritakan bahwa kejadian bermula saat korban dihubungi F, untuk datang ke jembatan Palampal Desa setempat sekitar pukul 12.00 WIB dengan iming-iming menyelesaikan permasalahan toko di Jakarta.