LOCUSJATIM.COM, SUMENEP – Jamasan Keris merupakan tradisi masyarakat Sumenep yang dipercaya sebagai refleksi pensucian jiwa, dilakukan setiap tahun pada Bulan Suro atau Muharam.
Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Pelar Agung Empu Sanamo, mengatakan jamasan memiliki makna yang berbeda dari mewarangi.
Dari filosofi yang beredar di masyarakat, kata Empu Sanamo, Jamasan bermakna mensucikan kembali keris dari pemiliknya, sebab benda pusaka itu dipercaya telah menyerap energi-energi negatif.
Sementara bagi pemilik pusaka tersebut, tradisi jamasan keris merupakan sebuah refleksi mensucikan diri dari berbagai hal negatif dalam kehidupan yang dijalani.
Menurutnya, hal itu dikarenakan adanya kemiripan unsur dalam pembuatan keris dan manusia, yakni api, air, tanah dan udara.
“Di Bulan Suro itu dinetralisir kembali, makanya pengunjung yang hendak masuk ke area penjamasan dimohon untuk memakai sabuk yang telah disediakan oleh Dewan Empu, karena pada saat itu, semua hawa-hawa negatif dinetralisir kembali,” ujarnya, Senin (15/07/2024).
“Kepercayaan para empu di Kabupaten Sumenep, para leluhur di sini,” ujarnya, saat jamasan keris di Asta Bujuk Agung, Desa Aeng Tongtong, Kecamatan Saronggi, Sumenep, Senin (15/07/2024).
Ia melanjutkan, selain pemilihan bulan, air yang digunakan juga tidak sembarangan, melainkan dari tujuh sumber mata air kuno dari Keraton Sumenep hingga mata air yang konon pernah disinggahi Joko Tole.
“Kami memulainya sejak tanggal satu Suro,” ucapnya.
Momen penuh khidmat itu, lanjutnya terdapat lima empu, yang melakukan prosesi jamasan dengan masing-masing tahapan berbeda-beda.
Adapun prosesinya dimulai dengan mengangkat keris yang melambangkan sejarah pembuatannya. Kemudian pensucian, pengembalian khodam dan terakhir penyempurnaan.
Kendati demikian dirinya mengingatkan bahwa prosesi itu merupakan bagian dari pelestarian budaya, oleh sebab itu dirinya mengimbau kepada masyarakat untuk tidak membenturkannya dengan syariat Islam.
“Ketika ini tidak dipertahankan, secara tidak langsung budaya kita akan hilang,” tutupnya.
Sekadar diinformasikan, sejumlah keris yang turut dijamas dalam ritual tahunan itu, ada lima keris Keraton Sumenep, lima keris leluhur dan tujuh keris milik petinggi Pemerintah KAbupaten Sumenep, termasuk kepunyaan Bupati Achmad Fauzi Wongsojudo.